Aku mengenalmu bukan sesaat, aku mencintaimu dengan seluruh hatiku. Saat pertama kau menginginkan aku halal bagimu, aku langsung mengiyakan nya. Ini karena rasa cintaku yang teramat besar padamu. Engkau mengatakan “akan selalau mencintaiku, menjagaku, dan melindungiku”. Semua aral yang melintang aku lalui hanya agar bisa bersamamu...
Tibalah saat itu... Saat dimana kita dipersatukan untuk menjadi pasangan yang halal dimata Allah dan masyarakat. Sejak saat itulah kau pun menjadi imam untukku. Kukorbankan masa depan, harapan, impian, cita-citaku itu blm seberapa. Terlebih lagi kukorbankan juga perasaan kedua orang tuaku. Itu semua kukorbankan demi untuk bisa bersama dirimu. Sejak saat itu, aku kira kebahagiaan sudah kuraih. Tapi nyatanya tidak, malah sebaliknya ternyata ini adalah awal dari kehancuran hidup dan hatiku.
Saat itu kau seperti tidak kukenali, memang aku memahami semua sifat baik burukmu. Namun tak kusangka, sifatmu masih belum berubah, bahkan semakin parah. Sungguh aku tidak bisa membayangkan kalau aku akan mendapat perlakuan kasar seperti waktu kita pacaran dulu. Seteleh aku menjadi istrimu, seharusnya engkau menjadi orang yang sangat aku cintai bukan seperti sekarang "kau menjadi orang yang paling aku takuti”. Awalnya tak sedikitpun perlakuanmu tehadapku, yang membuat aku ingin pergi darimu. Kunikmati setiap kesakitan yang kau beri sebagai konsekuensi dari keputusan yang telah kuambil untuk menjadi pendamping hidupmu.
Tahun ke tahun kau membuatku semakin tertekan, tak jarang emosimu yang meluap-luap membuat tubuhku terluka. Cacian dan makian dengan mudahnya kau lontarkan. Pukulan dan tamparan dengan mudahnya kau layangkan. Sadarkah kau... kalau saat itu aku tengah mengandung benih cintamu??. Sadarkah kau atas perbuatanmu ini, membuat cintaku padamu semakin berkurang. Kau tak pernah menyadari itu. Bahkan sampai saat ini pun kau masih mengira cintaku sebesar dulu padamu. Setiap kali setelah kau marah dan berlaku kasar...aku sering bertanya padamu..."Mengapa kau lakukan ini terhadapku suamiku?? "Lalu kau jawab "karena engkau mencintaiku"...Inikah yang kau namakan cinta??
Semua kehidupanku kau kendalikan, lingkungan bahkan keluarga. Kau membuat hidupku seakan aku tak membutuhkan siaapapun kecuali engkau. Aku mengira hanya "kekasaranmu" itu yang akan menjadi beban hidupku. Tapi ternyata tidak!!. Kau mulai membagi hatimu dengan wanita lain. Aku tau, tapi ku tak berani untuk menanyakan padamu karena aku takut ini akan menyulut emosimu. Aku ikuti smua maumu, tapi ini bukan berarti kau bisa dengan mudah menduakan aku. Mungkin Allah terlalu menyayangi aku, sehingga ujian demi ujian DIA berikan, supaya aku bisa lebih kuat menapaki hidup. Semua kisahmu dan wanitamu memang sudah lama berlalu, tanpa usahaku kau meninggalkannya. Tapi tetap saja luka ini membekas.
Tahun ke tahun aku selalu mendampingimu, sampai saat ini. Aku selalu berusaha memaklumi sifatmu sebagai suatu kewajaran untukku tapi ternyata sulit. Andai kau tau suamiku: aku selalu takut melihatmu, aku takut membuatmu marah, aku takut berkata tidak, aku takut menolak, aku takut membantahmu, aku takut membuatmu tidak nyaman...Ya, hanya rasa takut yang aku punya kini. Rasa takut yang teramat besar yang dari tahun ke tahun terus bertambah. Rasa takut yang mengalahkan rasa cintaku terhadapmu.
Suamiku... ayah dari anak-anakku... Maafkan aku jika kini hatiku sudah tidak lagi ditempatnya. Ini semua terjadi, sejak engkau hampir membuat janinku, benih cinta kita di kehamilan pertamaku pergi. Sejak engkau menyiksa aku pada waktu aku mengandung anak kedua kita. Meskipun demikian, tapi aku masih selalu berusaha menjadi istri yang baik buatmu. Aku melupakan kekasaranmu di meja makan, tempat tidur dan didepan umum sekalipun. Aku berusaha lupa!! Tapi kekasaranmu ketika aku mengandung anak-anak kita, rasanya sulit tuk aku lupakan.
Entah kekuatan apa yang bisa membuatku bertahan denganmu sampai saat ini. Jujur dari hatiku yang paling dalam, aku ingin pergi darimu. Namun aku takut akan kehilangan anak-anakku. Entah bagaimana jadinya aku bila tanpa mereka. Anak-anaklah yang selama ini membuat aku kuat untuk tetap bertahan denganmu. Merekalah kekuatan terbesarku putri-putriku semangat hidupku. Sampai kapan kau membuat hidupku begini??. Sampai kapan aku bisa bertahan denganmu, dengan semua kesakitan yang kau beri?? Bertahan tanpa kekuatan cinta.
Maafkan aku... aku tak bisa pertahankn cinta ini. Cinta yang mempersatukan kita dulu. Semua telah terkubur bersama kesakitan-kesakitan yang kau berikan. Perbuatanmu lah yang mengikis cinta ini. Jika sekarang aku selalu tersenyum mengantarkanmu sebelum berangkat kerja, dan tersenyum menyambut kedatangamu, itu tak lebih hannyalah bentuk penghargaan ku padamu suamiku. Ya...aku menghargaimu sebagai suami dan ayah dari anak-anakku tidak lebih. Kini aku menyerah dengan keadaan, menyerah dengan takdir ini...aku lelah...
Entah bagaimana kuungkapkan lagi semua ini, semua padamu. Sudah terlalu sering kuutarakan tapi hasilnya kau kembali melukai aku, dan membuat aku takut mengambil keputusan. Aku hanya bisa bertahan, meskipun sulit. Aku tidak ingin melangkahi takdir. Sangat lah berat bertahan pada situasi yang sudah tak kuingini lagi. Mengingat demi anak-anak aku hrs bertahan. Bisakah kau mengerti??. Tolong... lepaskan lah aku. Biarkan aku pergi... Aku tak mau terus kau lukai. Aku tak mau semakin takut padamu. Aku tak mau semakin membencimu.
Kau berikan semuanya, kau bertanggung jawab pada keluargamu, aku tau itu. Tapi maaf jika smua kebaikanmu tak bisa lagi menghapuskan luka yang kau berikan. Meski harus menunggu waktu selama apapun tuk berani mengatakannya lagi...aku akan tetap pergi...
Jika ada orang yang paling menyesal di dunia ini.. itu adalah "AKU". Aku menyesal tidak menyadari sifatmu. Penyesalan terbesarku "aku menyesal telah membantah kedua orang tuaku, terutama ibuku...." Seandainya aku mendengarmu ibu. Seandainya aku tak mengabaikan nasehatmu, keinginanmu mungkin aku tak akan seperti ini.
Knapa kehidupan tak seindah melati
kadang kejam dan tak punya perasaan
Sedangkan kita tak punya pilihan
Untuk menentukan sebuah jalan
Nuraniku knapa kamu diam membisu
Knapa aku hanya mampu,meratap dalam pilu
Menangis dalam kelam, dan berlalu tanpa perbuatan
Hanya mampu menjadikannya sebuah penyesalan
Maafkan aku ayah...ibu...
Teruntuk buah hati ku tersayang....
Maafkan ibu...
Jika suatu saat mama terpaksa pergi...
Semoga kita selalu bersama...